Cara Mengukur Tingkat Kesulitan Keyword

Banyak orang yang tanya saya soal ini. Tapi sebenernya agak susah buat saya menjawab secara pasti. Karena urusan mudah-susah itu urusan yang punya relatifitas tinggi.

Ya, memang relatif banget kan. Yang jago banget soal SEO kemungkinan besar gak akan mikir tingkat kesulitan sebuah keyword. Karena semua keyword (secara mindset) akan mudah buat dilibas.

Tapi disini saya akan coba memberi sebuah pandangan saya terkait cara menentukan tingkat kesulitan sebuah keyword. Jadi saya gak akan ngasih caranya secara langsung, melainkan insight beserta logika dasarnya.

1. Jangan Gunakan Allintitle

Saya rasa, hampir semua SEO Expert akan menyebut teknik ini udah usang banget. Saya sendiri udah pernah bahas soal ini di artikel ini, jadi silakan baca langsung di artikel tersebut.

2. Menggunakan “hasil” penelusuran

Banyak praktisi SEO yang menggunakan cara ini. Ngelihat hasil peneluran dari sebuah keyword.

Screenshot 102

Semakin rendah, maka akan diasumsikan persaingannya rendah.

Lantas apa benar demikian?

Pada dasarnya kemungkinan besar jawabannya iya. Makin sedikit pemain (di keyword tersebut) maka makin gampang juga buat kita masuk halaman pertama Google. Logikanya begitu.

Cuma…

Quality over Quantity!

Gambarannya begini.

Anggaplah hanya ada 10 hasil penelusuran (anggap aja ada ya keyword macam gini). Terlihat mudah buat page one? Yups, kalau gak ada tapinya. Terus kalau ada tapinya dan tapinya adalah 10 hasil penelurusan tersebut semuanya adalah web kelas kakap, masih berani ngomong persaingan rendah?

Sebagai contoh misalnya keyword di niche travel dan 10 web yang di page one itu semuanya situs sejenis traveloka (sejenis ya, bukan traveloka semuanya).

Kalau kondisinya demikian, meskipun persaingan secara kuantitas sedikit, persaingan secara kualitas sangat berat.

3. Lihat (Profil) Kompetitor

Sebenernya ini nyambung sama poin ke-2. Ya kita musti lihat dulu kompetitor kita siapa di keyword tersebut.

Kalau kompetitor pemain besar, ya ukur dulu kesiapan kita buat bisa bersaing sama dia. Entah dari sisi onpage apalagi offpage.

Kompetitor besar punya tim yang lengkap, gak cuma ngurusin SEO yang tampak mata seperti backlink. Tapi mereka juga punya tim lain buat ngurus UI & UX dan segala hal terkait SEO modern.

4. Lihat Search Intent

Nah ini yang sering luput sih. Banyak yang gak melihat dari area ini.

Misalnya saya ada keyword “pantai abc”. Secara search intent, orang yang mengetik keyword ini jelas sedang mencari informasi terkait pantai ini (umumnya rute, harga tiket masuk, dsb).

Ketika saya cek di halaman pertama, banyak banget artikel yang secara search intent gak begitu tepat. Ada banyak artikel yang bersifat berita, salah satunya “penanaman mangrove di pantai abc”.

User yang ngetik “pantai abc” secara search intent gak butuh informasi ini.

Alhasil, ketika saya publish dan terindex, gampang banget website saya naik ke halaman pertama. Tanpa effort berlebihan (ngebacklink ke arah artikel).

Kesimpulan

Gak gampang memang mengukur tingkat sebuah keyword, banyak parameter yang musti di ukur dengan sangat tepat, karena memang gak bisa digeneralisir.

  • Hasil penelurusan dikit + kompetitor kakap = berat
  • Kompetitor kakap + search intent hancur = mudah
  • Hasil penelurusan banyak + kompetitor kakap + search intent dari kompetitor tepat banget = Sering-sering nyebut “Subhanallah, jago bener ini kompetitor” aja deh.

Gitu ya, semoga bermanfaat.

6 komentar pada “Cara Mengukur Tingkat Kesulitan Keyword”

  1. Numpang tanya Mas Airul, untuk menilai website tsb kakap atau tidaknya dilihat dari DA, PA, link begitu? Atau ada hala lain?
    Mksh

    Balas
    • Sederhana tapi gak sederhana

      Secara garis besar, situs kakap bisa dikategorikan sebagai situs yg dikelola oleh sebuah perusahaan.

      Anggeplah misal alodokter, tokopedia, travelola, dsb.

      Meskipun gak menutup kemungkinan ada website non-perusahaan yang bisa dikategorikan sebagai kakap.

      Lantas apa bisa dikaitkan dengan DA/PA?

      Antara iya sama enggak sih.

      – Situs kakap pasti punya DA/PA tinggi
      – Situs yang punya DA/PA tinggi belum tentu kakap. Bisa aja DA/PA tinggi tersebut di dapat dengan cara nyepam backlink. Dan sudah barang tentu risiko penalti di masa depan dengan teknik nyepam backlink ini terbilang tinggi.

      Balas
  2. Halo mas airul, terkait point ke satu, saya sudah baca artikelnya. tpi masih ada yang mengganjal.
    Contoh all in title:
    Konjungsi: Pengertian, Ciri, Contoh, Macam

    nah saya menemukan di page 1, hampir semuanya seperti itu. Beberapa web pada heading 1 / title hanya menggunakan konjungsi.

    Bagunsya antara judul dan meta title disamakan atau, di judul (heading 1) di fokuskan kata kunci.

    terimakasih

    Balas
    • Dari pertanyaannya, saya merasa ada bias informasi yg mas terima.

      All in title dan title (heading) yang dibahas disini dan di artikel tersebut dengan yg mas maksud sepertinya beda definisi.

      Tapi kalau terkait pertanyaannya, saya coba jawab.

      Apa yg di maksud disamakan itu kaya di blog ini?

      Heading “Belajar SEO” aja tapi meta title lebih panjang?

      Jika benar kaya gitu, maka jawabannya bergantung strategi yg dipakai. Dengan kata lain, sebenernya ada maksud dan tujuan dalam melakukan teknis tersebut. Kalau saya pribadi, lebih karena pingin internal link (di recent post, dan sebagainya) mengarah ke anchor text yg sesuai keyword utama.

      Tapi apa harus begitu? Jawabannya enggak. Gak harus. Efek penggunaan cara tersebut jg cuma sepersekian persen dalam urusan ranking. Karena emang lebih ke urusan internal linking yg sesuai target.

      Terus bagusnya gimana?

      Sekali lagi bergantung strategi.

      Jika kita geser ke urusan konten marketing, maka umumnya menggunakan konsep AIDA. Rata2 ini dipakai media2.

      – Attention (Perhatian)
      – Interest (Minat)
      – Desire (Keinginan)
      – Action (Aksi)

      Nah, heading title itu masuk ke kategori Attention, yang artinya musti bikin judul yang aduhai banget nih. Dengan kata lain, konsep makai keyword utama saja sebagai judul akan gugur.

      Jadi gak ada yg lebih baik atau buruk, tergantung butuhnya kaya apa, kondisinya gimana, goals-nya apa.

      Balas

Tinggalkan komentar