Cara Kerja E-E-A-T: Dari Penilaian Manusia ke Sinyal Algoritma

Dalam dunia SEO, istilah E-E-A-T (Experience, Expertise, Authoritativeness, Trustworthiness) semakin sering diperbincangkan. Banyak praktisi maupun pemilik situs menganggapnya sebagai salah satu faktor penentu peringkat di Google. Namun, tidak sedikit yang salah paham dengan menyamakan E-E-A-T sebagai algoritma pencarian. Padahal, E-E-A-T tidak bekerja seperti algoritma teknis yang menghitung skor peringkat, melainkan sebuah kerangka penilaian kualitas yang digunakan untuk memastikan informasi yang muncul di hasil pencarian dapat dipertanggungjawabkan.

Memahami cara kerja E-E-A-T menjadi penting, karena inilah jembatan antara bagaimana manusia menilai kualitas sebuah konten dan bagaimana mesin pencari mencoba menerjemahkan penilaian tersebut ke dalam sinyal algoritmik.

Pedoman E-E-A-T dalam Quality Rater Guidelines

Google menyusun sebuah dokumen resmi bernama Quality Rater Guidelines. Di dalam dokumen inilah E-E-A-T dipaparkan secara terperinci, mulai dari bagaimana menilai keahlian seorang penulis, sejauh mana pengalaman nyata memengaruhi keaslian sebuah konten, hingga bagaimana sebuah situs atau merek membangun reputasi dan kepercayaan di mata pengguna.

Quality Rater Guidelines bukan sekadar panduan internal, tetapi juga alat ukur standar yang dipakai untuk menilai kualitas hasil pencarian. Dengan adanya pedoman ini, Google dapat memastikan bahwa evaluasi yang dilakukan memiliki dasar yang konsisten, bukan sekadar penilaian subjektif dari satu atau dua orang evaluator.

Peran Search Quality Raters

Ribuan Search Quality Raters yang tersebar di berbagai belahan dunia bekerja menggunakan Quality Rater Guidelines sebagai acuan utama. Mereka bukanlah karyawan tetap Google yang bisa mengubah algoritma, melainkan evaluator independen yang diberi tugas menilai hasil pencarian sesuai instruksi.

Misalnya, ketika seseorang mencari “gejala penyakit jantung”, para rater akan memeriksa halaman-halaman yang muncul di hasil pencarian. Mereka akan menilai apakah informasi tersebut ditulis oleh ahli medis, apakah terdapat bukti pengalaman langsung dari pasien atau dokter, apakah situs yang mempublikasikan artikel tersebut memiliki reputasi yang baik di bidang kesehatan, dan apakah halaman tersebut transparan mengenai sumber dan penulisnya. Semua penilaian ini dilakukan dengan merujuk pada prinsip E-E-A-T.

Namun penting digarisbawahi: hasil penilaian para rater tidak serta-merta menaikkan atau menurunkan peringkat situs tertentu. Fungsi mereka lebih sebagai “cermin” bagi Google untuk melihat sejauh mana algoritma pencarian sudah bekerja dengan benar dalam menghadirkan konten berkualitas.

Dari Penilaian ke Proses Pelatihan Algoritma

Setelah para rater memberikan penilaian, Google kemudian menggunakannya sebagai umpan balik. Data yang dihasilkan dari ribuan evaluasi ini dipakai untuk melatih dan menguji algoritma. Proses ini bisa diibaratkan seperti melatih kecerdasan buatan: manusia terlebih dahulu menandai mana konten yang dianggap berkualitas tinggi, lalu mesin belajar mengenali pola yang membuat sebuah konten layak dianggap terpercaya.

Misalnya, jika sebagian besar rater menilai bahwa artikel kesehatan dari situs universitas lebih kredibel daripada artikel anonim di blog pribadi, maka Google akan mencari sinyal teknis di web yang bisa dijadikan patokan. Dengan begitu, algoritma bisa secara otomatis membedakan mana konten yang otoritatif dan mana yang tidak, tanpa harus terus-menerus mengandalkan penilaian manusia.

Contoh Kasus Nyata: Konten Medis vs Blog Pribadi

Bayangkan seseorang mengetikkan kata kunci “cara mengatasi serangan jantung” di Google. Ada dua jenis hasil pencarian yang mungkin muncul:

  • Situs A adalah website resmi sebuah rumah sakit besar. Artikel ditulis oleh seorang dokter kardiologi dengan gelar medis yang jelas, mencantumkan sumber rujukan jurnal internasional, dan menampilkan informasi kontak rumah sakit. Situs ini juga memiliki reputasi baik di dunia medis, sering dijadikan rujukan media lain, serta menggunakan protokol keamanan HTTPS.
  • Situs B adalah blog pribadi tanpa identitas penulis yang jelas. Kontennya berisi saran pengobatan tradisional, tidak mencantumkan sumber, dan dipenuhi iklan pop-up. Tidak ada informasi kontak, apalagi bukti bahwa penulis memiliki latar belakang medis.

Jika dilihat dari kacamata E-E-A-T, jelas Situs A unggul dari semua sisi: memiliki keahlian (expertise), pengalaman medis nyata (experience), otoritas institusi rumah sakit (authoritativeness), dan transparansi yang membangun kepercayaan (trustworthiness).

Search Quality Raters akan menilai Situs A jauh lebih layak ditampilkan dibanding Situs B. Hasil penilaian ini kemudian menjadi masukan bagi algoritma Google untuk lebih cerdas mengenali sinyal-sinyal yang membuat Situs A lebih kredibel. Pada akhirnya, ketika algoritma belajar dari pola tersebut, Google akan cenderung memprioritaskan konten serupa dengan Situs A di hasil pencarian medis.

Dampak Akhir pada Hasil Pencarian

Setelah algoritma mampu mengenali berbagai sinyal yang merepresentasikan E-E-A-T, barulah efeknya terlihat di hasil pencarian. Situs yang konsisten menghadirkan konten berkualitas tinggi, ditulis oleh orang yang berpengalaman atau ahli, memiliki reputasi yang kuat, serta mampu membangun kepercayaan publik, akan lebih mungkin mendapatkan peringkat yang baik.

Namun, perlu ditegaskan kembali bahwa E-E-A-T tidak bekerja sebagai algoritma yang menghitung skor ranking secara langsung. Ia berfungsi sebagai standar penilaian manusia yang kemudian dijadikan tolok ukur bagi algoritma. Jadi, jika sebuah situs dianggap “lemah” dari sisi E-E-A-T, itu bukan karena Google memberi skor rendah secara otomatis, melainkan karena algoritma yang sudah dilatih dengan prinsip E-E-A-T lebih cenderung memprioritaskan konten dari sumber yang dianggap lebih kredibel.

Mau diskusi lebih lanjut terkait artikel ini atau strategi SEO lainnya? Langsung aja join grup Telegram Mastah SEO Community.

Airul Anwar

SEO Specialist sejak 2011 | Founder Mastah SEO | Former SEO Lead Solidiance Asia Pacific Pte Ltd.